Pertamina di Ujung Tanduk: Strategi Komunikasi Publik untuk Memulihkan Kepercayaan

Dalam menghadapi kasus dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) yang melibatkan PT Pertamina Patra Niaga, komunikasi publik yang efektif dan strategis menjadi hal yang sangat penting dilakukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat serta reputasi perusahaan. Tuduhan bahwa Pertalite (RON 90) dioplos dan dijual sebagai Pertamax (RON 92) telah menciptakan keresahan publik, sehingga PT Pertamina (Persero) sebagai holding company harus segera mengambil langkah-langkah komunikasi yang tepat untuk meredakan situasi.
Langkah Komunikasi Publik yang Dapat Diterapkan
Langkah pertama yang harus dilakukan Pertamina menurut SEQARA Communications adalah memberikan klarifikasi resmi secara cepat dan transparan. Dalam situasi seperti ini, kecepatan dalam merespons sangat penting untuk mengatasi kebingungan publik dan mencegah berkembangnya spekulasi negatif. Klarifikasi tersebut harus menyampaikan penjelasan yang rinci mengenai proses produksi BBM, standar kualitas yang diterapkan, serta langkah-langkah pengawasan yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan memberikan informasi berbasis data dan bukti kuat, Pertamina dapat menunjukkan komitmennya terhadap kualitas produk dan integritas operasional.
Selain itu, Pertamina perlu memastikan bahwa komunikasi ini tidak hanya dilakukan melalui media tradisional seperti konferensi pers atau siaran pers, tetapi juga melalui platform digital, terutama media sosial. Mengingat cepatnya penyebaran informasi di era digital, media sosial menjadi saluran utama untuk merespons pertanyaan dan kekhawatiran masyarakat secara langsung. Respons yang cepat dan profesional di media sosial dapat membantu mengendalikan narasi publik serta memperkuat citra perusahaan sebagai entitas yang bertanggung jawab.
Untuk meningkatkan kredibilitas, Pertamina juga dapat melibatkan pihak ketiga seperti lembaga independen dalam melakukan audit atau verifikasi terhadap kualitas produk BBM mereka. Hasil audit ini kemudian dapat dipublikasikan kepada masyarakat sebagai bentuk transparansi. Langkah ini tidak hanya akan memperkuat posisi Pertamina dalam menghadapi tuduhan, tetapi juga menunjukkan bahwa perusahaan terbuka terhadap pengawasan eksternal.
Namun, komunikasi publik tidak boleh berhenti pada klarifikasi awal saja. Pertamina perlu melanjutkan komunikasi secara berkelanjutan dengan memberikan pembaruan mengenai langkah-langkah perbaikan yang diambil serta perkembangan proses hukum terkait kasus ini. Konsistensi dalam menyampaikan informasi akan membantu membangun kembali kepercayaan masyarakat secara bertahap.
Pemanfaatan Influencer dan Efektivitasnya
Terkait dengan rencana melibatkan influencer untuk membangun citra perusahaan di tengah kasus ini, pendekatan tersebut harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Meskipun menggunakan influencer dapat menjadi strategi efektif untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan menyampaikan pesan positif tentang Pertamina, waktu pelaksanaannya harus dipertimbangkan dengan matang. Jika kolaborasi ini dilakukan sebelum kasus selesai atau tanpa adanya kejelasan terkait tuduhan pengoplosan BBM, masyarakat bisa melihatnya sebagai upaya defensif atau bahkan pengalihan isu. Hal ini justru berpotensi memperburuk citra perusahaan.
Di sisi lain, jika kolaborasi dengan influencer dilakukan setelah ada kejelasan hukum atau ketika perusahaan telah mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki situasi, strategi ini dapat membantu memperbaiki persepsi publik terhadap Pertamina. Influencer yang memiliki kredibilitas tinggi di bidang otomotif, dapat menjadi jembatan untuk menyampaikan pesan-pesan positif mengenai komitmen Pertamina terhadap kualitas produk dan pelayanan.
SEQARA Communications menilai secara keseluruhan, komunikasi publik yang dilakukan oleh Pertamina harus berfokus pada transparansi, akuntabilitas, dan konsistensi. Dalam situasi krisis seperti ini, membangun kembali kepercayaan masyarakat membutuhkan waktu dan pendekatan yang hati-hati. Penggunaan influencer sebagai bagian dari strategi komunikasi memang memiliki potensi positif, tetapi harus dilaksanakan pada waktu yang tepat agar tidak menimbulkan persepsi negatif di mata publik.
Penulis: Aryo M.A.