Strategi PR dalam Membangun Narasi Kuat untuk Mendukung Sales

Dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif, penjualan bukan lagi sekadar tentang produk yang bagus atau harga yang murah. Ada banyak faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli suatu produk, dan salah satunya adalah citra merek. Di sinilah peran Public Relations (PR) menjadi sangat krusial. PR tidak hanya bertugas untuk membangun dan menjaga reputasi perusahaan, tetapi juga memainkan peran penting dalam mendukung penjualan. Bagaimana caranya? Mari kita ulik lebih dalam.
Menurut data dari Nielsen Consumer Trust Index, sekitar 92% konsumen lebih mempercayai rekomendasi dari orang lain, baik itu teman, keluarga, atau ulasan di media sosial daripada iklan tradisional. Artinya, konsumen tidak lagi hanya tertarik pada apa yang dikatakan oleh brand tentang produknya, tetapi lebih pada apa yang dikatakan oleh orang lain tentang brand tersebut. Di sinilah PR mengambil peran. Dengan strategi yang tepat, PR dapat menciptakan narasi positif untuk merek, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.
Salah satu contoh nyata adalah bagaimana perusahaan teknologi seperti Apple memanfaatkan PR untuk mendukung penjualan. Setiap kali Apple meluncurkan produk baru, mereka tidak hanya mengandalkan iklan, tetapi juga membangun buzz melalui media dan influencer. Mereka mengundang jurnalis dan content creator untuk mencoba produk terbaru mereka, dan hasilnya, ulasan positif dari pihak ketiga ini sering kali lebih efektif dalam menarik minat konsumen daripada iklan berbayar. Menurut Forbes, 70% konsumen lebih mungkin membeli produk setelah membaca ulasan positif dari sumber yang mereka percayai.
Namun, peran PR dalam mendukung penjualan tidak hanya terbatas pada peluncuran produk baru. PR juga berperan dalam membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Al Ries, seorang pakar pemasaran dan penulis buku The Fall of Advertising & The Rise of PR, “PR membangun merek, sedangkan iklan hanya mempertahankannya.” Artinya, PR memiliki kemampuan untuk menciptakan kepercayaan dan loyalitas konsumen, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan penjualan.
Contoh lain bisa dilihat dari bagaimana perusahaan makanan dan minuman seperti Starbucks menggunakan PR untuk membangun hubungan emosional dengan pelanggan. Melalui kampanye CSR (Corporate Social Responsibility) dan inisiatif keberlanjutan, Starbucks tidak hanya meningkatkan citra merek mereka, tetapi juga menarik konsumen yang peduli terhadap isu sosial dan lingkungan. Menurut survei Cone Communications, 87% konsumen lebih mungkin membeli produk dari perusahaan yang peduli terhadap isu yang sama dengan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa PR tidak hanya mendukung penjualan secara langsung, tetapi juga membangun fondasi yang kuat untuk pertumbuhan bisnis jangka panjang.
Dalam era digital seperti sekarang ini, peran PR seperti SEQARA Communications terlihat semakin kompleks namun juga semakin penting posisinya. Media sosial telah menjadi sebuah platform di mana konsumen tidak hanya mencari informasi, tetapi juga berbagi pengalaman dan pandangan mereka tentang suatu merek. Sebuah studi oleh Sprout Social menunjukkan bahwa 57% konsumen lebih mungkin membeli dari merek yang mereka ikuti di media sosial. Oleh karena itu, PR harus mampu memanfaatkan platform ini untuk membangun engagement dan mempengaruhi keputusan pembelian.
Pada akhirnya, PR bukan hanya tentang mengelola krisis atau membuat siaran pers. PR adalah tentang bagaimana membangun hubungan, menciptakan kepercayaan, dan mempengaruhi persepsi, dimana akhirnya semua ini akan berdampak pada penjualan. Seperti yang dikatakan oleh Brian Solis, seorang analis digital terkemuka, “PR adalah seni membangun cerita yang tidak hanya didengar, tetapi juga dirasakan dan diingat.” Ketika cerita itu beresonansi dengan konsumen, maka secara tidak langsung tentunya penjualan akan mengikuti.
Penulis: Aryo Meidianto