Sejarah Panjang Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (BAKOHUMAS) dan Perkembangan PR di Indonesia

Sejarah hubungan masyarakat (PR) di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peran penting Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (BAKOHUMAS), yang menjadi tonggak awal profesionalisasi PR di tanah air. BAKOHUMAS resmi dibentuk pada awal 1970-an, tepatnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 31/KEP/MENPEL/1971, sebagai respons atas kebutuhan koordinasi dan integrasi komunikasi antar lembaga pemerintah yang semakin kompleks di era Orde Baru. Pembentukan badan ini merupakan kelanjutan dari musyawarah para praktisi humas dari berbagai departemen dan lembaga negara pada 1967 yang menyadari perlunya badan khusus untuk mengkoordinasikan kegiatan kehumasan pemerintah agar informasi yang disampaikan dapat lebih efektif dan terarah.
BAKOHUMAS berfungsi sebagai badan koordinasi yang mengintegrasikan aktivitas humas di tingkat pusat, dengan anggotanya terdiri dari para praktisi humas dari berbagai instansi pemerintah. Dengan keberadaannya di bawah Departemen Penerangan, BAKOHUMAS menjadi pusat pengelolaan komunikasi yang strategis, terutama dalam membangun citra pemerintah dan menyampaikan kebijakan kepada masyarakat luas. Peran ini sangat krusial di masa Orde Baru, ketika pemerintah berupaya memperkuat stabilitas politik dan mendorong pembangunan ekonomi melalui komunikasi yang terorganisir dan terkontrol.
Tidak lama setelah itu, pada 15 Desember 1972, lahirlah Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (PERHUMAS), organisasi profesi yang didirikan oleh para praktisi PR dari berbagai latar belakang, termasuk perusahaan besar seperti Caltex, Stanvac, Pertamina, serta unsur pemerintah dan kepolisian. PERHUMAS menjadi wadah bagi para praktisi untuk meningkatkan profesionalisme, berbagi pengetahuan, dan mengembangkan standar praktik PR di Indonesia. Keberagaman para pendiri PERHUMAS mencerminkan visi bersama untuk membangun profesi PR yang kuat dan berintegritas, sekaligus menegaskan peran strategis PR dalam pembangunan nasional.
Seiring berjalannya waktu, praktik PR di Indonesia terus berkembang mengikuti dinamika sosial-politik dan ekonomi. Pada era 1980-an, dengan adanya deregulasi dan privatisasi, permintaan akan jasa PR profesional meningkat pesat, terutama dari sektor swasta yang mulai berkembang. Hal ini mendorong lahirnya Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) pada 1987, yang fokus pada peningkatan kualitas dan profesionalisme di kalangan perusahaan PR. Era ini juga menandai pergeseran PR dari sekadar kegiatan publisitas menjadi manajemen reputasi dan komunikasi strategis yang lebih kompleks.
Perkembangan demokrasi dan kebebasan pers pasca-Orde Baru pada 1998 membawa perubahan signifikan dalam praktik PR di Indonesia. Komunikasi dua arah dan keterbukaan menjadi prinsip utama dalam membangun hubungan antara organisasi dan publik. PR tidak lagi hanya sebagai alat propaganda, melainkan sebagai sarana dialog yang membangun kepercayaan dan reputasi jangka panjang. Peran BAKOHUMAS dan PERHUMAS pun terus beradaptasi dengan kebutuhan zaman, mengintegrasikan teknologi digital dan media sosial dalam strategi komunikasi modern.
Sejarah panjang BAKOHUMAS dan perkembangan PR di Indonesia menunjukkan bagaimana profesi ini tumbuh dari kebutuhan koordinasi pemerintah menjadi disiplin komunikasi yang strategis dan profesional. Dari awalnya sebagai badan koordinasi internal pemerintah, kini PR telah menjadi elemen vital dalam dunia bisnis, pemerintahan, dan masyarakat luas. Perjalanan ini membuktikan bahwa komunikasi yang efektif dan manajemen hubungan yang baik adalah kunci utama dalam membangun citra dan reputasi yang kuat di era informasi saat ini.
Penulis: Aryo Meidianto