Tips PR: Kiat Menghadapi AI bagi Industri Kehumasan

Maraknya penggunaan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan atifisial telah merambah juga di bidang public relations (PR). Bahkan ada kekhawatiran AI seperti ChatGPT, Gemini, akan turut menggantikan peran manusia dalam di industri PR. Tanpa disadari, sebenarnya perangkat berbasis AI seperti ChatGPT, Prowly, Midjourney, Jasper, Grammarly GO, Wordtune, Canva, Otter, Synthesia, Beautiful.ai, dan masih banyak lainnya yang telah digunakan oleh para praktisi PR dan PR agency.
Ya, era AI generatif memang sudah datang dan tidak bisa dihindari. Teknologi ini berkembang sangat cepat sehingga bahkan mobil self-driving dan asisten digital – inovasi yang membingungkan saat pertama kali muncul – tidak memiliki faktor wow yang sama seperti sebelumnya. Lantas bagaimana teknologi ini ke depannya, apakah akan menggantikan peran manusia seutuhnya atau sekadar mempermudah pekerjaan.
Bagi berbagai industri, munculnya kecerdasan buatan generatif telah menjadi hal yang positif dan transformatif. Secara umum, AI telah membantu bisnis di bidang teknologi, keuangan, perawatan kesehatan, ritel, dan industri lainnya untuk meningkatkan produktivitas mereka, menghilangkan banyak ‘pekerjaan kasar’ dan memungkinkan karyawan untuk mencapai lebih banyak hal dalam waktu yang lebih singkat.
Di bidang PR, perbincangan seputar AI diwarnai dengan nada peringatan. Seiring dengan semakin canggihnya perangkat AI dan semakin mudah diakses, muncul kekhawatiran tentang dampak potensialnya terhadap peran manusia dalam industri PR.
Meskipun demikian, dengan hampir semua raksasa teknologi – Google, Microsoft, Adobe, bahkan Canva – kini mengintegrasikan AI ke dalam alur kerja mereka, menjadi penting bagi para profesional PR untuk tetap menjadi yang terdepan agar dapat terus melayani klien secara efisien.
Agensi PR seperti halnya SEQARA Communications semakin banyak menggunakan perangkat dan platform bertenaga AI untuk mempercepat tugas-tugas seperti pemantauan media, analisis sentimen, dan pembuatan konten. Namun, penggunaan AI yang meningkat pesat dalam industri kami telah menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya terhadap pekerjaan manusia, belum lagi kualitas pekerjaan yang dihasilkannya.
Dalam PR, menulis adalah segalanya, dan ada kekhawatiran nyata bahwa perangkat AI pada akhirnya dapat menggantikan copywriter dan editor manusia, yang berpotensi menyebabkan hilangnya pekerjaan dan penurunan kualitas konten PR secara keseluruhan. Ancaman potensial lain yang ditimbulkan oleh sistem AI adalah dampaknya terhadap kreativitas dan keaslian. Perangkat AI dirancang untuk menghasilkan respons berdasarkan pola dan kumpulan data. Meskipun hal ini berguna untuk mengotomatiskan tugas-tugas rutin, ini dapat menyebabkan homogenisasi konten PR. Dengan kata lain, ada risiko nyata bahwa kampanye PR dari para konsultan atau PR agency mungkin mulai terlihat dan terdengar sama, tidak memiliki percikan kreatif dan keaslian yang terinspirasi manusia yang membedakannya saat ini.
Nah, terlepas dari kekhawatiran ini, tidak diragukan lagi bahwa AI akan tetap ada. Mungkin pendekatan terbaik bagi praktisi PR adalah mempertimbangkan AI sebagai titik awal untuk memulai, lalu menambahkan wawasan dan perspektif manusia mereka sendiri untuk memberikan konten yang unik. Praktisi PR dapat memanfaatkan bagian terbaik yang diberikan oleh sistem AI yakni efisiensi, akurasi, kecepatan, presisi, produktivitas.
Pada dasarnya, sistem AI berguna dalam simplification atau penyederhanaan tugas, listening and monitoring (mendengar dan memantau), automation (otomatisasi), AI for structured data (AI untuk data terstruktur), dan AI for unstructured data (AI untuk data tidak terstruktur). Dengan memahami keterbatasan alat AI dan mengisi celah tersebut dengan keterampilan manusia kita yang unik dan tak tergantikan, profesional PR dapat terus memberikan konten berkualitas tinggi, inovatif, dan autentik.
Penulis: Aditya Wardhana