Sejarah Public Relations: Dari Pengumuman Kemenangan Militer hingga Era Digital yang Mengubah Cara Berkomunikasi

Hubungan masyarakat atau public relations (PR) memiliki akar sejarah yang sangat panjang, bahkan dapat ditelusuri sejak zaman kuno ketika pengumuman kemenangan militer digunakan sebagai bentuk komunikasi strategis untuk membangun citra dan pengaruh. Seiring waktu, praktik ini berkembang menjadi disiplin yang lebih terstruktur dan profesional, terutama sejak abad ke-19, ketika tokoh seperti P.T. Barnum, seorang pengelola sirkus ternama, mulai menerapkan teknik-teknik PR modern yang memanfaatkan publisitas untuk menarik perhatian publik. Pada tahun 1901, berdirilah perusahaan PR pertama bernama Publicity Bureau, menandai lahirnya industri PR yang lebih sistematis dan terorganisir.
Perkembangan PR tidak hanya berhenti pada publisitas semata. Kini, PR mencakup manajemen reputasi, komunikasi krisis, dan pengelolaan media sosial yang semakin kompleks. Disiplin ini telah berevolusi menjadi seni dan ilmu dalam membangun hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dan publiknya, dengan pendekatan komunikasi dua arah yang semakin penting di era digital. Di Indonesia, perjalanan PR juga mengikuti jejak perkembangan global, namun dengan dinamika dan konteks sosial-politik yang khas. Sejak kemerdekaan, kegiatan PR sudah dilakukan, misalnya melalui pengumuman kemerdekaan yang bertujuan memperkenalkan Indonesia ke dunia internasional dan mendapatkan pengakuan resmi. Praktik PR di Indonesia kemudian berkembang pesat seiring dengan masuknya perusahaan multinasional pada 1950-an yang mulai memanfaatkan PR untuk membangun reputasi dan hubungan dengan publik.
Era Orde Baru di bawah Presiden Soeharto menjadi titik balik penting bagi perkembangan PR di Indonesia. Kebijakan pemerintah yang mendorong pembangunan ekonomi dan investasi asing membuka peluang besar bagi praktik PR profesional. Pada tahun 1970, dibentuklah Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (BAKOHUMAS) dan dua tahun kemudian Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (PERHUMAS) didirikan sebagai wadah profesional untuk para praktisi PR. Organisasi ini berperan penting dalam meningkatkan kualitas dan profesionalisme PR di tanah air. Pada dekade 1980-an, dengan adanya deregulasi dan privatisasi, permintaan akan jasa PR semakin meningkat, memicu lahirnya Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) pada 1987 untuk mengakomodasi perkembangan industri ini.
Pasca reformasi politik 1998, praktik PR di Indonesia mengalami perubahan signifikan. Kebebasan pers dan komunikasi yang lebih terbuka mendorong model PR yang lebih simetris dan interaktif, di mana komunikasi dua arah antara organisasi dan publik menjadi kunci dalam membangun reputasi dan kepercayaan. Era digital dan media sosial semakin memperluas cakupan PR, menuntut para praktisi untuk lebih adaptif dan kreatif dalam mengelola informasi dan hubungan dengan audiens yang semakin beragam dan kritis.
Hubungan masyarakat kini bukan hanya soal menyebarkan informasi, tetapi juga mengelola citra, membangun dialog, dan menangani krisis dengan strategi yang matang. Sejarah panjang PR menunjukkan bagaimana disiplin ini terus berkembang, menyesuaikan diri dengan perubahan sosial, teknologi, dan kebutuhan komunikasi modern. Dari pengumuman kemenangan militer di masa lalu hingga manajemen reputasi di era digital, PR seperti SEQARA Communications tetap menjadi elemen vital dalam membentuk persepsi dan hubungan antara organisasi dengan dunia luar.